Seperti biasanya, aku hanya berani memandangnya dari kejauhan. Dari lantai tiga kampus, aku tak bosan menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman. Dia memang lelaki yang sempurna, pembawaannya yang tenang, tutur katanya yang sopan dan berisi membuat siapa pun yang mendengar dan melihatnya menjadi terpukau dalam kekaguman. Begitupun aku, meski hanya dari kejauhan, aku selalu terkesima setiap kali mendengarkannya mengeluarkan argumen-argumennya.
kami mulai dekat. Kami mulai bercerita satu dengan yang lain. Mulai membuka jati diri kami. Aku akhirnya mengetahui dirinya yang bawel, dirinya yang konyol dan sisi-sisi menarik dirinya yang lain yang selama ini tersembunyi Sungguh, baru kali ini aku mati gaya. Tak ada sama sekali perlawanan yang biasa keluar dari pikiran kritisku. Aku kalah telak.dibalik sikap diam dan senyuman manisnya.
Keinginanku untuk memilikinya semakin menjauh, mungkin ada baiknya jika aku tetap berada pada posisi sang pengagum. Agar aku dapat mengenalnya seperti saat ini aku mengenalnya. Agar aku tak kecewa jika ia ternyata tak sebaik Cukuplah ia menjadi panutan bagiku. Biarkan aku menyukainya seperti aku menyukai hujan. Mengaguminya tanpa alasan. Menikmatinya tanpa takut kehilangan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar